Minggu, 24 April 2011
Pertanian Terpadu
Kegiatan penanaman pohon buah-buahan hari ini minggu 24-April-2011.
Lereng selatan Merapi merupakan daerah yang sangat subur, dengan sebagian besar masyarakatnya lebih memilih hidup dalam kesederhanaan.Setelah erupsi merapi 2010 ini, khususnya Balerante, Kali Tengah, Kaliadem dan sekitarnya, luluh lantak.Untuk mempercepat pemulihan wilayah yang subur ini, pada lahan yang masih memungkinkan dilakukan penghijauan, akan ditindaklanjuti. Induk Balerante bekerjasama dengan berbagai pihak (PG Gondang Baru), melakukan rintisan sentra buah-buahan di daerah tersebut, dengan jenis tanaman seperti : APOKAT SUPER (ungu), Jeruk, Apel, Pete, dan lain-lain. Dengan adanya penanaman sentral buah-buahan di harapkan untuk jangka panjang dapat meningkatkan perekonomian masyarakat Balerante.
Minggu, 03 April 2011
Kado Ultah Induk Balerante
SELAYANG PANDANG
KEHADIRAN INDUK BALERANTE
Geliat Merapi pada awal tahun 2006, membuat semua pihak terkait bersiaga mengantisipasi segala kemungkinan yang terjadi. Getar itu pun menggerakkan hati sebagian insan untuk menyambangi daerah lereng selatan Merapi. Sebuah desa yang sangat subur dengan aktivitas warganya yang lebih memilih hidup dalam kerukunan dan kesederhanaan.
Hari itu tepatnya Kamis, tanggal 20 Maret 2006, di siang hari yang cukup cerah, dengan memacu Astrea tuanya dua insan mengunjungi dusun Gondang, desa Balerante, kecamatan Kemalang, kabupaten Klaten, sebagai tujuan yang pertama. Salah satu dusun yang sedikit banyak punya histori di hati om Awied yang mungkin menjadi perekat hati dengan kerindangan lingkungan dan keramahan warga masyarakatnya.
Tidak berapa lamapun keramahan om Agus Sarnyata dan Pak Adi Prayitno menyambut kedatangan om Awied dan om Ari sebagai keluarga yang sudah tidak asing lagi. Obrolanpun langsung mengarah pada kondisi Merapi yang saat itu berstatus SIAGA. Status yang mungkin bagi pihak terkait sudah merupakan kesibukan tersendiri, namun bagi warga Balerante dan sekitarnya termasuk om Agus dan mbah Adi, bukan merupakan sesuatu yang istimewa, bukan hal yang harus disikapi secara berlebihan. “Om Agus, jika suatu saat kelak, keadaan Merapi mengarah pada situasi yang mengkhawatirkan, dan warga membutuhkan pendampingan, tolong hubungi teman-teman di bawah (MADAWIRNA-red)”, dan om Agus pun menjawab dengan singkat dan padat, “Ok”, itulah sepenggal perbincangan sebagai akhir pertemuan dua keluarga ini.
Semilir angin mengiringi kedua tamu om Agus ini lenyap di kerindangan pepohonan di dusun Ngipiksari, menyusuri jalan setapak menuju dusun Kali Tengah Lor. Tidak membutuhkan waktu yang lama om Awied dan om Ari sudah meminum secangkir teh di kediaman pak Suwondo, seorang Kepala Dukuh dusun Kali Tengah Lor. Sosok bapak yang santun pun bersikap sama seperti warga pada umumnya. “Sampun biasa kados ngaten niki om Awied”, itulah kalimat yang meluncur mengakhiri pembicaraan mereka. Kedua tamunya pun bergegas meninggalkan rumahnya yang hanya berjarak 5 km dari puncak Merapi, yang dengan indah mengepulkan asapnya ke angkasa. Ucapan salampun menandai perpisahan mereka.
Sesekali, deru motorpun terlihat seperti di paksa untuk mendaki jalanan menuju rumah juru kunci Merapi. Mbah Maridjan, beliau ini adalah sosok yang dari dulu menjadi panutan warga sekitar lereng Merapi, yang merupakan abdi dalem kraton Ngayogyokarto Hadiningrat, dan masih ada ikatan persaudaraan dengan Mbah Adi Prayitno, di Balerante. Sebuah mobil media televisi terlihat di halaman rumahnya, dengan parabola yang menengadah, seakan memohon sesuatu kepada yang kuasa. Om Awied dan om Ari pun mengantri untuk dapat bertamu menemui Mbah Maridjan, sambil sesekali menikmati indahnya Merapi di utara sana. Namun sampai beberapa waktu lamanya, tidak bisa menemui mbah Maridjan, sesepuh yang sudah terbiasa bergaul dengan anak-anak muda dari Yogya yang sering menghampiri rumahnya saat mau mendaki ke Puncak Merapi, atau hanya sekedar menghabiskan waktu liburannya di Bebeng, itulah sebutan Kaliadem dulu yang cukup familier di telinga para petualang.
Waktupun menjelang sore, “Wa’alaikum salam”, pak Carik pun menyambut dua tamu yang memasuki ruang kantornya di bilangan jalan kaliurang km 17. Kantor Desa Pakembinangun, sebuah saksi bisu, diperolehnya frekuensi SINYAL MERAPI, yaitu 164.500 sebagai oleh-oleh atas kunjungan seorang teman yang sudah lama tidak bersua. Berbekal banyak informasi tentang Posko Satlak Sleman di Pakem dan tentang kondisi Merapi dari Pak “Kresek”- panggilan akrab pak Carik Pakembinangun - om Awied dan om Ari pun melintasi posko siaga Merapi di Pakem yang sedang berbenah mengantisipasi kegarangan Merapi. Situasi tegang pun sangat terlihat di sana. Pos komando yang melarang kelompok relawan manapun mendirikan pos di Kawasan Rawan Bencana Merapi sebelum bencana terjadi. Sebuah ironi yang ada di wilayah Sleman yang notabene sudah sangat terbiasa menangani bencana Merapi, dengan Disaster Management-nya.
Hari Minggu, 23 Maret 2006, om Hendra dan om Awied membuat janji bertemu di posko Pakem untuk menemui pak Kresek, sebagai tindak lanjut pembicaraan beberapa waktu terakhir atas status siaga Merapi. Namun sampai habis maghrib om Hendra baru nongol, ”Aku dari tempate mas Agus Balerante”, itulah kata yang terucap, mengawali pembicaraan tiga teman yang sudah lama tidak bercengkerama, rupanya terlihat sangat asyik membicarakan hal yang sedang menarik perhatian banyak pihak, merapi, merapi, dan merapi lagi. Kesepakatan pun diambil untuk segera berkoordinasi dengan SAR DIY. Malam itupun dua orang yang sudah seperti saudara inipun menuju Gelanggang Mahasiswa UNY, yang merupakan Sekretariat Perhimpunan Mahasiswa Pecinta Alam Mahasiswa Krida Wira Buwana yang sering disingkat “MADAWIRNA” UNY, sebuah Unit Kegiatan Mahasiswa yang pernah menggodog kedua sosok insan ini dalam dunia petualangan. Tak lama kemudian bersama rekan-rekan warga MADAWIRNA, menyambangi SAR DIY untuk mencari informasi tentang penyiapan potensi relawan merapi. Sebuah jawaban yang kurang memuaskan, karena hanya disuruh mengumpulkan data dan menunggu bencana terjadi.
Dengan ketidakpuasan atas informasi ini, om Hendra dan om Awied pun meluncur ke Sekretariat MADAWIRNA menyusun rencana penyiapan personil untuk diantrikan di Posko Satlak di Pakem dan persiapan pembukaan posko di Balerante dan Kalitengah Lor. Senin siang, 24 Maret 2006, data-data personil potensi SAR pun dikirim ke Posko Pakem. Saat itulah kembali bertemu dengan pak Kresek, om Slonjor, om Tikno dari jajaran PMI dan Pramuka yang juga sebagai salah satu personil dari Batsusian CAKRA.
Haripun bergulir, Kamis, 27 Maret 2006, hand phone om Hendra pun berdering, dan di layarnya tertulis “Agus Balerante”, saat itulah om Agus memberitahukan bahwa di lapangan Kali Tengah besok Jumat akan ada acara doa bersama, sedangkan di Balerante akan ada evakuasi tahap pertama, dan juga tepatnya di gardu Ronda sudah ada beberapa teman dari SAR Klaten. Berbekal informasi itu, tanpa pikir panjang teman-teman dari MADAWIRNA UNY di bawah arahan om Awied dan om Hendra mempersiapkan segala sesuatunya untuk membuka posko di Balerante.
Pukul 03.00, Jumat dini hari, 28 Maret 2006, sebuah mobil bak terbuka yang sarat muatan dan beberapa motor yang mengikutinya di belakang, memasuki halaman rumah Mbah Adi Prayitno, di dusun Gondang, desa Balerante, kecamatan Kemalang, kabupaten Klaten. Om Awied dengan astrea tuanya, om Hendra dengan GL Pro-nya, om Pitch (Pak Utha-red) dengan Astrea 800 nya, om Adit dengan Smash kuningnya, om Nafan, om Aris, om Krisna, driver dan pemilik pick up, om Reza dan beberapa rekan turun dari bak belakang, dalam kegelapan malam di bawah remang lampu senter, bergegas memasuki rumah Mbah Adi yang memang tidak terkunci untuk menyambut teman-teman dari bawah (MADAWIRNA-red).
Tidak membutuhkan waktu lama, terdengar suara “check … check … check…” keluar dari mulut om Adit dan dibalas om Nafan, yang sedang menyiapkan seperangkat alat komunikasi. Sebuah anten ring O pun, berdiri dengan sedikit malu-malu diujung sebuah bambu 3 meter, di depan pintu rumah mbah Adi, dengan beberapa pesawat HT merek ic - V80 dan IC 2N yang sudah uzur termakan usia. Frekuensi yang sudah dipersiapkan adalah frekuensi yang biasanya digunakan warga MADAWIRNA UNY (sebutan untuk anggota Mapala UNY – red) jika berkegiatan, yaitu 149.870 MHz.
Pagi pun menjelang, sepanjang hari semua rencana kegiatan pun berjalan dengan baik, posko di Balerante telah berdiri. Setelah selesai doa bersama di lapangan STIPER Kali Tengah, Om Pitch, Om Awied dan Om Hendra, mengunjungi tempat pak Carik Glagaharjo, pak Agralno, untuk meminta ijin menyiapkan posko di Kali Tengah. Ijin pun diperoleh, diberikan beberapa alternative tempat, yaitu rumah pak Carik Agralno sendiri, di Srunen atau rumah Om Giyanto di Kali Tengah Kidul, atau rumah pak Wondo di Kali Tengah Lor. Keputusan pun diambil, bahwa posko di Glagaharjo di fungsikan untuk posko cadangan, apabila posisi posko Balerante kondisinya terancam bahaya. Dengan tidak mendapat kesulitan pula, Om Hendra bersama Om Agus pun sudah mengantongi ijin dari Pak Lurah dan Pak Carik Balerante untuk pendirian posko di Gondang, Balerante, kemalang, Klaten.
Posko Balerante ini pada awalnya berfungsi sebagai posko relawan dari MADAWIRNA UNY, kemudian mendapat dukungan dari teman-teman MAPALA Sekolah Tinggi Teknologi Nuklir Yogyakarta, dan Sekolah Tinggi Akuntansi Negara Jakarta, dalam upaya pendampingan masyarakat Balerante dan Kali Tengah. Tidak ketinggalan pula dukungan dari SAR Klaten dan warga dusun Gondang, Ngipiksari, Sambung Rejo, Kali Tengah Lor, Kali Tengah Kidul, Sukorejo dan sekitarnya.
Tanpa mengenal lelah personil yang ada di pos Balerante bergantian mengendalikan frekuensi dengan beberapa teman yang berada di Ngipiksari dan Sambungrejo, terutama saat malam menjelang, ataupun siang hari ketika harus mendampingi masyarakat yang sedang bergiat di ladangnya, ataupun saat mereka harus menyusuri desa menyelesaikan pendataan dan mapping wilayah.
Dukungan penuh dari masyarakat menjadikan tugas di posko pun terasa ringan. Pembagian tugas pun terasa mudah karena terdistribusi sesuai dengan keahlian masing-masing, om Hendra sebagian besar waktunya terposisi di Yogyakarta, mempersiapkan segala kebutuhan yang diperlukan posko, om Pith dan om Awied mengelola posko dan mapping wilayah bersama om Agus, Adit , Nafan, Aris, Daru, Ari, Supri, Tomat, Bungsu, Rohman, Reza, Tino, Aming, mbak Rizka, EO, Ari, Rina, Nyeti, Bertha, Lely dan masih banyak lagi teman-teman relawan serta tidak ketinggalan om Slonjor yang kemudian hari bergeser dari pos Pakem bergabung dengan teman-teman di posko Balerante.
Dan tentulah Pak Jaenu, om Suroto, om Agus , lik Min, Paijo, om Kipli, om Suro, om Suro 2, om Gatot, Sriyanto, Top one, tidak ketinggalan te o ge o ge (togog-red) yang masih duduk di kelas 5 SD Balerante dan kawan-kawan yang cukup intens mendukung kegiatan Posko dan aktif memberikan laporan kondisi wilayah dan visual Merapi dari tempatnya melalui frekuensi.
Pengamanan wilayah dan pendampingan masyarakat dengan pola informasi dua arah, itulah dua fungsi awal dari posko Balerante, yang kemudian fungsinya berkembang pada fungsi Pengamanan Wilayah, Fungsi Emergency - Evakuasi, dan Fungsi Transformasi Informasi atau lebih dikenal dengan pantauan atau visualisasi Merapi.
Fungsi pengamananan ini terindikasi dengan adanya relawan-relawan beserta masyarakat Balerante yang selalu meronda untuk mengamankan wilayah pada setiap titik yang sudah ditentukan. Informasi pengamanan, kondisi gunung dan lainnya disampaikan melalui pesawat HT, ke pos Induk untuk di inventarisir sebagai laporan aktivitas.
Fungsi Emergency - Evakuasi ini berjalan saat kondisi Merapi kritis, atau mengindikasikan bahaya, sebagai misal terjadi luncuran awan panas, terdengar suara guguran material, atau bahkan guguran lava pijar jika malam hari, bahkan ketika terjadi Erupsi Merapi.
Fungsi Visualisasi Merapi berawal dari kebiasaan rekan-rekan relawan yang sedang memandu teman-teman yang ada di lapangan untuk mendampingi warga masyarakat yang sedang beraktivitas ataupun jaga malam. Kondisi visual merapi selalu disampaikan pada setiap saat, apalagi di pagi hari, karena Merapi akan terlihat sangat jelas, sehingga perubahan kondisi puncak Merapi sepanjang malam dapat teridentifikasi, kemudian disampaikan sebagai informasi visual. Selain itu visualisasi merapi diperuntukkan memberikan informasi bagi daerah rawan bahaya yang ketika itu tidak bisa melihat langsung, karena mungkin tertutup kabut awan mendung atau bahkan awan panas. Pada prinsipnya hasil/laporan visualisasi ini dipergunakan untuk dianalisa dan kemudian dipergunakan sebagai alat prediksi kemungkinan bahaya primer Merapi.
Untuk mengoptimalkan pelaksanaan fungsi-fungsi tersebut, pos Induk Balerante mengganti antene Ring O yang dipergunakan dengan antene Hasler pinjaman dari mas Capung (Boss Cotrex), dan dipasang pada pipa besi 12 m. Akibat penggantian ini kondisi frekuensi 149.870 MHz agak krodit, karena jangkauan pancarannya meluas, ternyata frekuensi tersebut juga dipergunakan oleh komunitas lain. Saat itu om Awied meminta om Adit dan Om Nafan untuk mencari frekuensi yang bersih, kemudian bergeser ke frekuensi 149.840 MHz untuk beberapa waktu. Nasib sama seperti 149.870 MHz, setelah berpindah-pindah frekuensi om Adit menyarankan untuk menggunakan frekuensi 149.990 MHz sebelum akhirnya menemukan frekuensi 149.070 MHz yang saat itu terindikasi cukup clear sepanjang hari uji cobanya. Namun ternyata frekuensi 149.070 ini juga dipergunakan oleh saudara-saudara di seputaran, Temanggung, Purworejo dan Kebumen. Untuk meyikapi hal itu kami sepakat berbicara dengan mereka untuk meminjam frekuensi ini untuk emergency dan pantauan merapi.
Sepanjang masa penggunaan frekuensi 149.070 MHz cukup memuaskan, namun untuk mengantisipasi emergensi dan sebagai jalur koordinasi internal, ketika itu diputuskan untuk mencari frekuensi cadangan, akhirnya ditemukan frekuensi yang cukup bersih oleh Om Merit dari Gunung Ijo Prambanan yang sedang terposisi di Induk Balerante, dan mendapatkan frekuensi 148.360 MHz, yang kemudian dikenal sebagai KAMAR DUA.
Ketika itu semua pancaran masih menggunakan DIRECT.
Seiring berjalannya waktu, dukungan dari berbagai pihak pun mengalir, rekan-rekan yang semula hanya memberikan informasi seputar Merapi, keamanan wilayah, ataupun cuaca daerah setempat, ataupun hanya memonitor aktivitas posko Induk Balerante kemudian tergerak untuk membantu dan mengunjungi posko Induk Balerante yang pada ketinggian 1050 mdpl, dan berjarak 5,80 km dari puncak Merapi arah tenggara.
Rekan-rekan yang cukup intens di induk Balerante pada awal kehadiran Induk Balerante, antara lain :
Om Dayat, beliau sangat intens memberikan laporan kondisi wilayah dimana beliau berada. Bersama jajaran Rajawalinya (taksi Rajawali-red), selalu aktif menyambangi frekuensi 149.070. Selain itu juga om Dona Doni, yang memang satu jajaran dengan om Dayat.
Om 8217 (om Lesto – red), dengan Terano-nya yang berplat nomor AB 8217 …, selalu aktif memberikan laporan visualisasi Merapi dan mengabadikan kondisi gunung dengan gambar-gambar hasil jepretan dan rekaman kameranya, dari posisi yang memungkinkan, seperti dari Kaliadem, Turi, dan posisi lainnya dengan fasilitas yang dimilikinya memungkinkan beliau ini dapat memberikan informasi sebagai pelengkap bahan laporan dan evaluasi Induk Balerante. Di kemudian hari beliau pun tergerak mengunjungi Induk Balerante, dan bergabung dengan Induk Balerante.
Om Endi, sejak awal terbentuknya posko Pakem, beliau dengan kelompoknya sudah bergabung di sana. Keberadaan posko di pakem yang hanya menunggu dan menunggu, sehingga lewat pancaran frekuensi Induk Balerante yang ketika itu masih di 149.840, selalu dimonitor sampai akhirnya menggerakkan langkah kaki beliau untuk mengunjungi Induk Balerante sekitar tanggal 10 Mei 2006. Dukungan om Endi dan kawan-kawan dalam pemenuhan kebutuhan logistik posko maupun pengungsi sedikit banyak telah terbantu.
Pak Yanto dan seorang temannya dari Semarang, berusaha mendokumentasikan dengan menggunakan handycam, mengabadikan kondisi lingkungan Balerante dengan aktivitas warganya pada Erupsi Merapi 2006.
Atas bawah sama, itulah nama dari pak Yanto yang lain lagi dari puncak Suroloyo di Samigaluh, dengan posisi tempat tinggalnya cukup membantu dalam me-replay komunikasi dari luar Induk Balerante yang tidak dapat diterima dengan baik, karena saat itu pancaran masih direct.
Ki Lurah Sastro, sesosok personil yang bertugas mengevakuasi masyarakat Tritis – Turgo dengan kendaraan Trucknya, yang hampir setiap malam menemani operator Induk Balerante.
Mbah Tono, dengan modulasi khasnya, yang secepat kilat meluncur dari km 10 Jalan Kaliurang jika Induk Balerante membutuhkan keberadaannya.
Om Pawiro dan om Kelik, yang terposisi di lereng barat Merapi sebagai rekan seperjuangan Induk Balerante, yang selalu memberikan informasi dari arah barat ketika Merapi bagian selatan visualnya terhalang
Om Nano dan kawan-kawan dari seputaran Godean, yang telah memberikan program aplikasi pantauan sinyal Merapi, yang sampai sekarang masih terus dipergunakan sebagai indikator utama pantauan aktivitas Merapi.
Om Joni yang juga selalu memberikan informasi dari arah selo Boyolali, Pak Agus (Lowo Nganthuk), Agus dua (Gosro), Bento (Lowo satu) juga temen – temen dari seputaran Pakem (Toek Pitoe), Pak Tulus Candi Sukuh, Pak Dhe Iman,( Kaliadem ), Sugeng (Merah Putih) Kalitengah Lor. Om Gareng (SAR Klaten desersi - red), yang sangat setia membantu sebagai operator frekuensi. Om Bravo, Om Tengkleng, Om Yosi, Om Semar dan masih banyak rekan yang lain, beliau adalah insan yang tergerak ke Induk Balerante dengan langkah nyata mendukung dan membantu berjalannya Posko Induk Balerante, sebagai Pos Masyarakat dan Relawan Merapi.
Aktivitas vulkanik gunung Merapi pun meningkat, hari itu Sabtu, 14 Mei 2006, melalui frekuensi triple 7, sekitar jam 10.00 WIB, BPPTK Yogyakarta menginformasikan status Merapi dinaikkan menjadi AWAS, Induk Balerante pun bersiaga dengan fungsi EMERGENCY dan EVAKUASI, semua personil posko dikerahkan untuk mendampingi masyarakat dalam pergerakan evakuasi menuju barak pengungian Ngemplak Seneng dan Kepurun. Sedangkan warga Kali Tengah meluncur menuju barak Balai Desa Glagaharjo.
Pada hari itu, di sore hari yang cukup cerah, om Awied sebagai operator frekuensi, menatap dan memantau rekan-rekan yang ada di pos masing-masing, ternganga dan tercengang, dengan kemunculan kilatan-kilatan di puncak dan sepanjang lereng Merapi yang cukup jelas terlihat, disusul awan panas dan muntahan lava pijar dengan volume yang sangat besar mengarah ke barat daya. Saat itu sekitar pukul 17.30 WIB suara sirine dari mega phone - yang hampir pasti di nyalakan ketika situasi Merapi kritis – terdengar menggema dari Posko Induk Balerante. Erupsi yang pertama terjadi, dengan kubah lava yang menyerupai separo tempurung kelapa yang tengkurap membara, bak tumpukan batu bara yang menyala, dan luncuran lava pijar yang tiada henti-hentinya sepanjang malam, menjadikan miris dan tentu menjadikan kepanikan yang luar biasa di seantero lereng Merapi, tak terkecuali rekan-rekan relawan dan masyarakat Balerante, Kali Tengah dan Kaliadem. Frekuensi 149.070 MHz pun krodit, koordinasi teman-teman Induk Balerante (pak Utha, om Agus, om Suroto, om Awied, om Adit, om Slonjor, om Supri, om Ari, mbak Elis, Ari Wuryanti, Rina, dan kawan-kawan lain dari MADAWIRNA dan STTN Yogyakarta), bergeser ke frekuensi 148.360 MHz, tak bertahan lama, kembali krodit, pada akhirnya bergeser menggunakan frekuensi 148.710 MHz, yang biasa digunakan teman-teman Pramuka Kwarda XII Yogyakarta, frekuensi yang cukup rahasia ketika itu. Sejak malam itulah, pancaran direct frekuensi 149.070 MHz Induk Balerante kembali menggema ke se-antero lereng Merapi, dengan kekhasan modulasi operator-operatornya, seperti : Pak Utha, om Awid, om Adit, om Slonjor, om Agus, om Suroto, om Supri, mbak Elis, Verica, Vita EO dan kawan-kawan lainnya.
Semenjak kejadian erupsi itu, dengan dukungan om Suroto, om Slonjor dan om OO, merancang membuat repeater. Menggunakan dua perangkat HT, dua pipa besi sebagai penopang antene. Repeater (Radio Pancar Ulang) yang cukup sederhana pun terpasang di kediaman mbah Adi, kemudian digeser di Ngipik Sari untuk memperluas jangkauan. Dan kemudian, dukungan untuk pengadaan repeater pun mengalir dari pihak Metro TV dan mbah Bejo dari RAPI Sleman.
Belum selesai emergency erupsi merapi, Bantul diguncang gempa 5,9 skala richter, tepatnya pukul 05.55 WIB, Sabtu, 27 Mei 2006. Personil posko Induk Balerante pun sebagian di tarik turun, dipindahkan di Bantul, kewenangan pengelolaan posko Induk Balerante bertumpu pada pak Utha, om Adit dan om Agus di dukung sebagian teman-teman dari MADAWIRNA UNY, seperti Elis, Vita EO dan lainnya. Sedangkan om Awid dan om Hendra, hari itu juga telah membuka posko Gempa di Karang Semut, sebagai bentuk kepedulian teman-teman MADAWIRNA UNY terhadap masyarakat pada umumnya, yang kemudian posko ini berkembang menjadi Posko Universitas Negeri Yogyakarta. Namun, informasipun tetap di frekuensi Induk Balerante 149.070 MHz. Mulai saat itu, rekan-rekan MADAWIRNA di bawah koordinasi om Awid dan om Hendra, terposisi pada dua posko emergency, yang tentunya sangat menyita banyak tenaga dan pikiran. Namun, kejadian gempa Bantul menambah deretan relawan yang tergabung dalam Induk Balerante, maupun di posko Karang Semut. Kondisi ini pun memaksa rekan-rekan untuk selalu bergantian terposisi di posko Induk Balerante dan Karang Semut, Jetis, Bantul.
Pada hari Rabu, 14 Juni 2006 sekitar jam 15.27 WIB Merapi menunjukkan aktivitasnya lagi yang menyebabkan kawasan seputaran taman wisata Kaliadem tersapu material merapi. Induk Balerante yang memancar pada frekuensi 149.070 MHZ semakin disegani oleh khalayak umum, semakin banyak temen – temen relawan dan frekuensi lain yang ikut memberikan informasi seperti Lowo Rescue, SKSB, Turgo Asri, dan lain lain.
Pancaran frekuensi 149.070 MHz Induk Balerante, selalu setia mengikuti perkembangan situasi naik turunnya aktivitas Merapi, termasuk ancaman bahaya lahar dingin sepanjang aliran sungai lereng selatan Merapi.
Setelah hampir setengah tahun, status Merapi kembali normal dan Bantul pun bangkit, warga masyarakat Balerante kembali beraktivitas, rekan-rekan MADAWIRNA UNY yang tergabung di Posko Induk Balerante pun di tarik turun ke Yogyakarta, tidak terkecuali pak Utha, om Awied, om Hendra, om Adit, mbak Elis, dan kawan-kawan lainnya. Dan untuk mengantisipasi bahaya lahar dingin dan proses pengalihan pengendalian frekuensi dari rekan-rekan terdahulu kepada om Agus dan kawan-kawan, saat itu terposisi Adimas Joko dan om Budi yang selalu setia memancar di frekuensi 149.070 MHz.
Adanya indikasi kepentingan pihak tertentu, Pak Utha, om Awid, om Hendra, om Adit, om Slonjor, om Suroto di kediaman Pak Kresek, mengadakan koordinasi yang pertama untuk penutupan Posko Induk Balerante, kesepakatan bulat, keberadaan Induk Balerante tetap dipertahankan dengan pengelolaan dipercayakan penuh kepada om Agus dibantu lik Min, Paijo, dan kawan-kawan pemuda Balerante secara umum, namun tetap dibantu dan dipantau rekan-rekan dari Yogyakarta.
Dengan pancaran yang semakin luas, frekuensi 149.070 MHz Induk Balerante pun menggema, dan di dukung repeater cadangan di Gunung Ijo Prambanan, sebagai frekuensi alternative, menarik perhatian banyak pihak dengan berbagai kepentingannya masing-masing.
Pengguna frekuensi pun kian berkembang dan memunculkan berbagai macam konflik kepentingan, sehingga koordinasi yang kedua pun dilakukan dengan personil yang sama, ujung-ujungnya pun gak berbeda, berdasar kemanusiaan dan beban moral dengan berkembangnya frekuensi 149.070 MHz, keberadaan Induk Balerante tetap dipertahankan (dengan catatan – red).
Karena dukungan rekan-rekan pengguna frekuensi 149.070 MHz masih tinggi, diadakan pertemuan untuk membahas keberadaan Induk Balerante di kediaman mbah Bedjo Prambanan (pak Bambang ketua RAPI Sleman– red), dengan personil Pak Bambang, Pak Utha, om Dayat, om Awied, om Endi, Om Suroto, Om Agus, om Dona-Doni, om Kelik dan om Pawiro (Srumbung), dan kawan-kawan yg lain.
Sedangkan kawan-kawan di sepanjang aliran kali Woro, dari Balerante, Panggang, Talun, Bawukan, Manisrenggo, dan sekitarnya, untuk keperluan koordinasi mengantisipasi bahaya lahar dingin, terbentuklah komunitas frekuensi 152.340 MHz dibawah koordinasi om Suroto dan pak Kecik, yang selalu terkoordinasi dengan Induk Balerante.
Melalui perjalanan yang cukup panjang, dengan masukan dan dukungan dari pengguna frekuensi 149.070 MHz, mengarah pada terbentuknya sebuah komunitas yang kemudian dikenal dengan MERAPI BALERANTE 907, Pak Utha sebagai ketua dan om Agus sebagai salah satu Sekjen-nya.
Untuk meningkatkan kualitas pancaran 149.070 repeater yang ada di Induk Balerante diperbaharui dengan pinjaman perangkat dari om 8217. Dan mulai 16 Februari 2011, pancaran frekuensi 149.070 MHz melalui repeater milik bersama (bukan pinjaman-red), yang terposisi di Kali Gombyong, Balerante. Namun beberapa hari ke depan, repeater akan dikembalikan ke dusun Gondang, desa Balerante.
Kemudian setelah beberapa tahun berjalan dalam rutinitas keorganisasiannya, MERAPI BALERANTE 907 di bawah kepemimpinan pak Utha, memantapkan diri sebagai sebuah komunitas frekuensi pemantauan merapi yang cukup memasyarakat dan sangat dikenal luas, karena kualitas pancaran dari tempat yang sangat strategis.
Awal September 2010, Merapi kembali menggeliat, pemerintah menginformasikan merapi mulai menunjukkan adanya aktifitas. Dengan sigap dan kesiapan yang cukup teman-teman dari Merapi Balerante 907, di bawah kepemimpinan om Kanthong dan om Agus (kedua Sekjen komunitas Merapi Balerante 149.070 ), pada Kamis, 21 September 2010 mereka merapatkan barisan ke Induk Balerante hanya demi satu kata ‘rasa kemanusiaan’ untuk membantu saudara-saudara di seputaran Balerante. – Demikian juga teman-teman dari MADAWIRNA UNY, dengan dukungan penuh Purna Warganya (sebutan alumni untuk MADAWIRNA – red), dengan perencanaan yang sudah dipersiapkan segera bergabung di Pos Induk Balerante.
Haripun berjalan demikian cepat, berpacu dengan fluktuasi aktifitas Merapi yang sangat cepat pula, Koordinasipun selalu digelar di Induk Balerante sebagai base camp utama Merapi Balerante 907.
Geliat merapi semakin mencekam, sore Hari, tanggal 26 Oktober 2010, erupsi Merapi pun terjadi, setelah beberapa kali di awali dengan luncuran awan panas dan kemunculan titik api diam di Puncak Merapi beberapa hari sebelumnya. Erupsi Merapi yang membawa banyak korban, termasuk mbah Maridjan sang juru kunci Merapi. Merapi meluncurkan material ke arah Kinahrejo dan Kaliadem. Untuk mengantisipasi kondisi yang semakin buruk, pos pemantauan bergeser di dusun Bendo Rejo, Balerante sisi barat (rumah Pak AP). Sementara yang di Induk Balerante tinggal beberapa personil (Item, Indri, Trimbil, Ganang, BG, Topan, dan tentu om Agus dan sebagian warga Balerante). Selasa, 2 Nopember 2010, sore hari merapi mengeluarkan material lagi yang mengarah ke kali gendol. Om Agus, Lik Mien, Nggothil) masih bertahan di Induk Balerante sampai warga Balerante turun ke barak pengungsian. Akhirnya setelah warga dipastikan turun semua, menjelang petang sambil menyusuri jalan yang penuh debu vulkanik dan akhirnya sepakat untuk menggeser pos Balerante ke rumah om Suroto yang berada di dusun Banjarharjo, Panggang, Kemalang, Klaten.
Kamis, 4 Nopember 2010, tengah malam merapi mengeluarkan material lagi hingga kurang lebih 15 Km ke Kali Gendol dan sekitarnya yang menelan banyak korban baik jiwa, harta dan benda. Jum’at, 5 Nopember 2010, dini hari, personil Merapi Balerante 907 yang sudah bersiap siaga di atas segera melakukan evakuasi korban erupsi Merapi di sekitar Gadingan, Plumbon Argomulyo, Glagaharjo dan sekitarnya. Tidak ketinggalan pula team SAR dari Perhimpunan Mahasiswa Pecinta Alam MADAWIRNA UNY, di bawah koordinasi om Awied dan om Hendra pun meluncur ke arah pasar Butuh bergabung dan ikut evakuasi, hingga Jumat siang hari.
Koordinasi rekan-rekan dari Merapi Balerante 907 dilakukan di sekitar patung sapi Kepurun dan akhirnya bertempat di wilayah kantor PLN Manisrenggo. Setelah kegiatan evakuasi di evaluasi dengan marathon, akhirnya diputuskan untuk melihat kondisi Balerante dan sekitarnya. Ketika itu Jumat, 5 November 2010 sekitar jam 15.30 WIB om Agus dan om Awied segera meluncur ke arah Induk Balerante. Kondisi Balerante yang luluh lantak, Pos Induk Balerante yang juga kediaman mas Agus dan keluarga tinggalah puing dengan api yang masih menyala di sana-sini, menyambut kehadiran dua insan dengan penuh kegalauan.
Kesedihan pun mengantarkan kedua hamba ini menerobos jalan yang masih penuh dengan rintangan, menuju Manisrenggo untuk segera berkoordinasi.
Koordinasipun di gelar di Kantor PLN Manisrenggo, dengan kesepakatan keesokan harinya, Sabtu, 6 November 2010 mengadakan pembersihan jalur utama evakuasi. Dan juga menggeser pos ke gedung dekat pom Bensin Manisrenggo.
Sabtu, 6 November 2010, di bawah ancaman susulan awan panas luncuran material dan kondisi material merapi yang masih panas, namun dengan dukungan teman-teman dari MADAWIRNA UNY, MAPALA UNISI, MAPALA GAPADRI, teman-teman Merapi Balerante 907 melakukan pembersihan pada dua jalur utama evakuasi, yaitu jalur kikis (perbatasan Sleman-Klaten) dilakukan oleh MADAWIRNA, UNISI, MTA Surakarta,SAR Sukoharjo, Korp BRIMOB, Korp Marinir, ACT, PRAMUKA dan GAPADRI) serta jalur timur (arah Balerante) teman-teman dari 907.
Hari itu juga, Sabtu, 6 November 2010, pos di Pom Bensin Manisrenggo di kosongkan, kekuatan operasi SAR terpecah menjadi 3 titik utama.
Beberapa personil dengan dukungan dari teman-teman MADAWIRNA UNY, menempati rumah om Suroto, di dusun Nangsren, desa Leses, Kecamatan Manisrenggo, di jalur perbatasan Sleman-Klaten, 15 km selatan puncak Merapi 900 m sebelah timur kali gendol, yang saat itu termasuk dalam kawasan bahaya, yang pada pergerakan selanjutnya menjadi pos Induk Balerante, pengganti pos Induk di Gondang, Balerante yang sudah terbakar. Pos ini merupakan pos evakuasi untuk jalur timur kali Gendol.
Sebagian personil dengan dukungan dari teman-teman MAPALA UNISI, bertempat di Babarsari, di bawah kendali Pak Utha.
Sedangkan sebagian besar personil Merapi Balerante 907 bergeser mendirikan posko di seputaran Candi Plaosan, tepatnya di Mayungan, Solodiran, Manisrenggo, Klaten, sebagai POS 3, di bawah koordinasi om Yosi, Mbah Jamur, om Item, Indri , Vodka dkk.
Sedangkan untuk teman-teman Merapi Balerante 907 yang di sisi Barat kali Gendol tergabung di pos 10, di bawah kendali mbah Tono.
Padatnya frekuensi 149.070 MHz karena penggunaan oleh semua barisan, akhirnya untuk melaksanakan evakuasi dan pembersihan jalur evakuasi, Induk Balerante memancar di frekuensi di 149.770 MHz sebagai pantauan utama, sementara jalur koordinasi di 159.070 MHz, dan 161.110 MHz. Kemudiaan setelah beberapa hari kemudian Merapi Balerante 907 mengadakan pertemuan di kediaman Mbah Darmo (Bpk Sri Woto) Karang Pakis untuk menentukan langkah – langkah selanjutnya, yang pada waktu itu dihadiri (om Uta, Yosi, Kantong, Mbah Jamur, Pak Edi, Om Lesto, Mbah Tono, Om Awid, Om Agus, Vodka, om Item, Indri, om Andi UNISI, dll). Program recovery yang dibawa om Awid dan om Agus, sebagai undangan, yang sedang dijalankan untuk membantu masyarakat, ternyata tidak mendapat dukungan dari rekan-rekan.
Beberapa waktu kemudian, pos Babarsasi di tutup dan bergeser di pengungsian DEPO Klaten.
Dengan dukungan dari berbagai pihak dan tentunya juga warga Balerante dan sekitarnya, aktivitas Induk Balerante, di bawah kerjasama om Agus, om Awied, om Hendra, om Endi, Om Suroto, dan kawan-kawan pun terus eksis dari evakuasi, pembersihan jalur, dan sampai akhirnya proses perencanaan dan pelaksanaan recovery Balerante dan sekitarnya.
Dengan semangat yang sangat tinggi pemuda-pemuda Balerante pun tidak tinggal diam, dan terbentuklah RESCUE TURAHAN AWU dan rintisan MUSEUM ERUPSI MERAPI.
Proses recovery Desa Balerante dan sekitarnya berjalan dengan melibatkan banyak pihak, termasuk Induk Balerante, YKPU, Al-Azhar Peduli Umat Jakarta, Al-Azhar Peduli Umat Solo, Muhammadiyah, Merapi Balerante 907, dan banyak pihak lainnya. Karena perjalanan pelaksanaan recovery yang dilaksanakan di Balerante dirasa kurang optimal, akhirnya pemerintah desa memfasilitasi sebagai tempat dan sarana untuk mengadakan koordinasi yang kedua kalinya yang diahadiri (Pak Sukono, Pak Jainu, Pak Basuki, Pak Tami selaku perangkat desa Balerante, Om Utha, om Kantong, om Yosi, Mbah Jamur, om Awid, om Agus, om Hendi, om Vodka, Pak Semar, Bravo 7, Pak AP, Pak Edy dan juga temen – temen dari Pemuda Balerante yang tergabung dalam Turahan Awu Rescue). Dan keputusan pun masih seperti koordinasi yang pertama, temen-temen dari Merapi Balerante 907 untuk merapatkan barisan ke Induk Balerante. Begitu juga menjelang ULTAH Induk Balerante yang ke-5, pertemuaan pun diadakan kembali, sebagai tindak lanjut dari pertemuan beberapa hari sebelumnya yang dinyatakan tidak membawa hasil. Pertemuan ini terlaksana pada hari Sabtu, 26 Maret 2011, bertempat di Pos Induk Balerante, Nagsren, Leses, Manisrenggo, Klaten. Pertemuan yang dihadiri lebih dari 100 personil dari berbagai elemen antara lain om Utha, om Gothil, om Topan, pak Edy, Pak Tami, Pak Dhe Kresek, om Slonjor, om Awied, om Agus, om Hendra, om Endi, om Kabul, om Petir,Pak Eko, juga temen– temen pemantau dari bantaran kali Gendol, Opak, Woro, teman-teman SCU, YKPU.
Dengan kemantapan perjalanan Merapi Balerante 907, di bawah kepemimpinan pak Utha dan jajarannya, mendapatkan apresiasi dari perbagai pihak di indikasikan dengan diterimanya berbagai penghargaan dari pihak terkait.
Sedangkan perjalanan Induk Balerante sebagai wadah terbentuknya komunitas-komunitas ini memantapkan diri dengan motto-nya BERKARYA DALAM KEBERAGAMAN POTENSI.
Semoga Induk Balerante dapat memfasilitasi dan bekerja sama dengan berbagai pihak.
Program Recovery Balerante dan pelaksanaannya disajikan di :
Indukbalerante.blogspot.com
Ku persembahkan untuk mu, INDUK BALERANTE :
SELAMAT ULANG TAHUN YANG KE-5
28 Maret 2006 – 28 Maret 2011.
Maguwoharjo, 28 Maret 2011
Ulo Duwel
Maguwoharjo, 28 Maret 2011
Ulo Duwel
NB:
- Silakan berikan alur cerita anda dalam masa 5 th bersama Induk Balerante, lebih baik dengan hari dan tanggal kejadian.
Kirimkan ke : e-mail : awied.dwi.s@gmail.com, atau poskoindukbalerante@gmail.com
Kirimkan ke : e-mail : awied.dwi.s@gmail.com, atau poskoindukbalerante@gmail.com
Langganan:
Postingan (Atom)